Thursday, March 29, 2012

Potensi antioksidan whey kedelai

Sebuah penelitian tentang aktivitas antioksidan dari supernatan dari whey kedelai yang difermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat telah dilakukan oleh peneliti dari Iran dan Indonesia: M. Monajjemi dan Agustina Lulustyaningati Nurul Aminin baru-baru ini. Peneliti tersebut melakukan fermentasi whey dari kedelai dengan menggunakan kombinasi Lactobacillus plantarum, Streptococcus thermophilus dan starter kefir, yang kemudian diinkubasi pada suhu kamar (25-26°C) hingga 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa whey kedelai, semakin lama waktu inkubasi, akan semakin tinggi sifat antioksidannya. Hasil penelitian ini sangat berguna untuk upaya peningkatan aktivitas antiokidan bahan pangan mengingat whey kedelai merupakan salah satu komponen primer dalam pengolahan beberapa produk pangan.

Disarikan dari African Journal of Microbiology Research Vol. 6(2), pp. 426-430, 16 January, 2012

Friday, March 23, 2012

Sifat Tempe Kedelai Hitam

Kedelai hitam merupakan salah satu varietas kedelai yang mempunyai banyak keistimewaan, diantaranya: kaya akan zat anthocianin dan senyawa phonolic. Kandungan flavonoid bisa mencapai 5 kali lipat daripada kedelai kuning. Sedangkan antioksidannya bisa mencapai 15 kali lipatnya. Penelitian tentang kedelai hitam masih terbatas pada kandungan senyawa fungsional yang terdapat pada bahan makanan. Sedangkan aplikasi kedelai hitam pada produk pangan seperti tempe belum banyak dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurhidajah dari Program Magister Gizi Masyarakat, yang mengkaji aspek daya terima dan kualitas protein pada tempe dengan bahan dasar kedelai hitam, disimpulkan bahwa karakteristik tempe kedelai hitam yang terbaik yaitu tempe dengan penambahan ragi 3 g/kg kedelai dan ketebalan 2 cm.

Standar pengolahan terpilih adalah perebusan pada suhu 100°C, 4 menit, pengukusan 70°C, 8 menit, penggorengan 180°C, 4 menit dan pemanggangan 190°C, 8 menit. Daya terima panelis tertinggi pada tempe kedelai hitam dengan proses penggorengan. Kadar protein dan daya cerna tertinggi pada pengukusan, mencapai 52,92% dan 81,06%. Total asam amino tertinggi pada kontrol dan menurun seiring dengan tingginya suhu pengolahan. PDCAAS menunjukkan metionin sebagai pembatas pada semua pengolahan dan kontrol.

Disarikan dari penelitian Nurhidajah, Syaiful Anwar, dan Nurrahman yang berjudul DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI.

Basic Science of Making Tempe

Tempe is Indonesian traditional food made from soybean which is fermented by Rhizophus sp. Soybean is source of vegetable protein which has variety and colors. Tempe is a solid form composed from soybean that is wrapped by white mycelia of mold species, Rhizopus sp. There are many ways of tempe's making. The main principle of tempe's making is the boiling, dehulling, soaking and incubation.

During the processing of tempe, fermentation process occurs twice: (1) First fermentation at soaking: to grow bacteria for producing organic acids such as lactic acid and acetic acid, (2) Second fermentation that is carried out by Rhizopus sp.

The quality of tempe is influenced by: raw materials, processing, and type of inoculum used. There are three species of Rhizopus which are used frequently in tempe fermentation: Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, and Rhizopus stolonifer.

Presented by Ir. Nurrahman, MSi at Temu Ilmiah Masyarakat Pangan Jawa Tengah, Maret 2012

Saturday, March 17, 2012

Sifat-sifat Fungsional Whey

ift.or.id - Whey adalah sumber protein yang berkualitas tinggi. Selain mudah dicerna, whey juga mengandung asam amino yang memenuhi semua persyaratan asam amino esensial yang ditetapkan oleh FAO dan WHO. Protein whey sendiri mengandung berbagai atribut fungsional dan gizi. Berikut ini adalah komponen penting dalam whey:

β-laktoglobulin
β-lactoglobulin terdapat sekitar 50% dari kandungan whey total. Protein ini memiliki banyak gugus yang mengikat mineral, vitamin larut lemak, dan bertindak sebagai protein transpor untuk senyawa lipofilik seperti tokoferol dan vitamin A. Modifikasi β-laktoglobulin menghasilkan produk yang memiliki aktivitas antivirus yang kuat

α-lactalbumin
α-lactalbumin terkandung sekitar 25% dari kandungan protein whey total. Protein ini memiliki profil asam amino yang sangat baik, yang kaya akan lisin, leusin, treonin, triptofan dan sistin. Fungsi biologis utama dikenal dari α-lactalbumin adalah untuk memodulasi sintesis laktosa dalam kelenjar susu. Penambahan protein ini adalah sangat dianjurkan dalam susu formula bayi dan produk pangan lainnya. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa α-lactalbumin efektif sebagai agen anti-kanker.

Imunoglobulin
Imunoglobulin merupakan kelompok protein kompleks yang berkontribusi secara signifikan terhadap kandungan protein serta mempunyai fungsi imunologi yang sangat penting. Senyawa ini dapat memberikan perlindungan dari beberapa penyakit pada bayi dan memiliki peran dalam upaya pengendalian penyakit pada orang dewasa. Whey protein konsentrat dapat digunakan sebagai suplemen susu bubuk karena mengandung antibodi yang cukup untuk membunuh E. coli.

Bovine serum albumin
Bovine serum albumin (BSA) memiliki profil asam amino esensial yang komplek. BSA dapat mengikat asam lemak bebas, dan jenis lemak. BSA sangat penting dalam mempertahankan fungsi lemak. Hal ini menjadi sangat penting terutama jika dikaitkan dengan proses oksidasi lemak. Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa BSA mengurangi resiko kemungkinan seseorang mengidap berbagai penyakit, seperti diabetes dan kehilangan daya tahan tubuh.

Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang dapat mengikat besi dan memiliki kemampuan sebagai agen antimikroba. Sistem kerja antimikrobanya adalah dengan cara mengikat zat besi dalam mikroorganisme. Keunggulan laktoferin lainnya yaitu membantu penyebaran besi dalam darah, antijamur, antivirus, dan antikanker, mengikat racun, meningkatkan efek imunomodulasi, mempercepat penyembuhan luka, dan anti-inflamasi.

Laktoperoksidase
Laktoperoksidase telah dikenal sebagai agen antimikroba alami dalam susu, air liur dan air mata. Sistem laktoperoksidase telah terbukti baik sebagai bakterisida dan bakteriostatik terhadap berbagai jenis mikroorganisme, dan tidak memiliki efek negatif. Dalam studi klinis di bidang kedokteran gigi, laktoperoksidase terbukti mengurangi akumulasi plak, gingivitis, dan karies dini.

Glycomacropeptide
Glycomacropeptide (GMP) merupakan bagian dari glikosilasi caseinomacropeptide (CMP), banyak terdapat dalam whey manis yang terbentuk setelah koagulasi protein oleh rennin. Sifat-sifat biologis dan fisiologis yang telah dikaitkan dengan peranan GMP meliputi: penurunan sekresi lambung, gigi penghambatan karies dan plak gigi, mendorong pertumbuhan Bifidobacteria, kontrol phenylketunoria, dan dapat menekan nafsu makan.

Penting:
Artikel ini bebas untuk disebarluaskan dengan menyebut nama penulis.
Gambar:
http://biology.clc.uc.edu

-Kontributor IFT: A. N. Al-Baarri-

Tuesday, March 13, 2012

Buah Mangrove: Sumber Pangan Alternatif yang Aman

ift.or.id - Tanaman mangrove merupakan yang tumbuh di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut. Tumbuh subur pada daerah sungai dan muara sungai di sepanjang pesisir pantai berlumpur dengan salinitas rendah dan kering. Tanaman ini berfungsi sebagai pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Bagi manusia mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yaitu bagian buahnya yang sering disebut buah mangrove.

Salah satu spesies mangrove yang sering dimanfaatkan untuk bahan makanan adalah buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza). Buah ini biasa disebut dengan buah Lindur (dalam bahasa Jawa). Ciri-cirinya adalah daunnya berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya. Dengan bercak-bercak hitam, letak berlawanan, bentuk daun ellip ujung meruncing. Buah melingkar spiral memanjang dengan panjang antara 13 – 30 cm.

Buah Lindur mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, melebihi kandungan karbohidrat beras. Penelitian yang dilakukan oleh IPB bekerjasama dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan Nusa Tenggara Timur menghasilkan kandungan energi buah mangrove ini adalah 371 kalori per 100 gram, lebih tinggi dari beras (360 kalori per 100 gram), dan jagung (307 kalori per 100 gram). Kandungan karbohidrat buah bakau sebesar 85.1 gram per 100 gram, lebih tinggi dari beras (78.9 gram per 100 gram) dan jagung (63.6 gram per 100 gram).

Buah Lindur banyak diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung dengan bumbu kelapa. Namun karena terbatasnya waktu penyimpanan seperti buah-buahan hasil pertanian yang lainnya buah lindur ini akan menjadi cepat busuk. Penepungan merupakan salah satu solusi untuk mengawetkan buah lindur karena dengan penepungan dapat memutus rantai metabolisme buah lindur sehingga menjadi lebih awet karena kandungan airnya rendah dan lebih fleksibel diaplikasikan pada berbagai jenis olahan pangan.

Hasil analisis kimia buah lindur adalah kadar air 73.756%, kadar lemak 1.246%, protein 1.128%, karbohidrat 23.528% dan kadar abu sebesar 0.342%. Sedangkan kandungan anti gizinya HCN sebesar 6.8559 mg dan tannin sebesar 34.105 mg. Untuk mengatasi HCN dan tanin dapat dilakukan perebusan dan perendaman.

-Kontributor IFT: Siti Mutmainah-

Sumber:
Anonymous, 1990. Petunjuk Penganekaragaman Pangan Menuju Pola Pangan Masa Depan. Proyek pengembangan Diversifikasi Pangan dan Gizi. Jakarta.
Cahyono, N. A. 2010. Potensi Buah Mangrove sebagai Alternativ Sumber Pangan. http://perikananmukomuko.blogspot.com/
Fortuna, James de. 2005. Ditemukan Buah Bakau Sebagai Makanan Pokok. Http://www.Tempointeraktif.com. Diakses pada 02/03/2010.
Sadana. D. 2007. Buah Aibon di Biak Timur Mengandung Karbohidrat Tinggi. Situs Resmi Pemda Biak Num for news_.htm.
Sukaryanto, A. 2006. Pertahankan Hutan Mangrove di Laguna. Suara Merdeka, 18 Juli 2006.
Widowati, S., L. Sukarno, Suarni dan O. komalasari, 2003. Labu Kuning : Kegunaan dan Proses Pembuatan Tepung. Makalah pada seminar Nasional & Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) 22-23 Juli 2003 di Yogyakarta.
Serta beberapa website tentang buah lindur

Sumber foto :
http://kesematpedia.blogspot.com

Friday, March 9, 2012

Profil Suhu Sebagai Faktor Penentu Pengawetan Bahan Pangan

ift.or.id - Proses pemanasan adalah kunci pengawetan bahan pangan. Proses pemanasan ini ternyata belum tentu memberi kesuksesan pada proses pengawetan bahan pangan karena proses pemanasan sangatlah bervariasi tergantung dari sistem pemanas yang digunakan. Kenaikan suhu, lama waktu pencapaian target suhu, dan proses pendinginan adalah faktor penting dalam keberhasilan proses pengawetan. Faktor-faktor ini dapat disebut dengan profil suhu. Ternyata, variasi profil suhu juga bisa terjadi pada sistem yang sama dalam sebuah proses yang sama. Berikut ini adalah penjelasannya.

Gambar yang tertera pada artikel ini adalah profil suhu sebuah sistem pemanas yang dijalankan untuk mencapai suhu target 110 °C lalu ditahan selama 8 detik sebelum dilanjutkan dengan pendinginan. Terlihat ada 3 profil suhu berbeda yang menggambarkan proses pemanasan untuk mencapai suhu target yang sama. Profil berwarna biru menggambarkan proses yang berlangsung sebagai proses yang cepat, serba linear semenjak heating, holding dan cooling. Profil berwarna hijau menggambarkan proses secara logaritmik, lalu linear dan kembali logaritmik pada fase cooling. Profil berwarna merah menggambarkan proses secara (multi) linear dengan beberapa titik belok sehingga membentuk kurva mendekati kurva logaritmik. Baik profil berwarna hijau maupun merah menunjukkan terjadinya fase lag sebelum laju pemanasan meningkat secara drastis menuju suhu target. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Sebuah sistem yang dijalankan untuk mencapai suhu target yang sama memiliki 3 macam profil yang berbeda?

Sebenarnya fakta yang terjadi adalah satu. Sistem dijalankan satu kali dan menghasilkan sebuah output berupa kematian bakteri dalam jumlah yang sama. Perbedaan profil suhu yang ditimbulkan adalah karena perbedaan cara dalam memotretnya. Cara yang berbeda ini diambil untuk mendapatkan profil suhu yang paling valid-realistis mewakili fenomena yang terjadi. Karena, sebagaimana sudah disinggung pada tulisan sebelumnya, profil yang tepat akan menghasilkan penilaian yang tepat terhadap kinerja sistem pemanas. Pada sisi lain, profil suhu yang tepat juga akan memberikan penilaian yang tepat terhadap ketahanan-panas sebuah strain bakteri.

-Kontributor IFT: Setya B.M. Abduh-

Thursday, March 8, 2012

Surat Keputusan Indonesian Food Technologist Community

SURAT KEPUTUSAN INDONESIAN FOOD TECHNOLOGIST COMMUNITY
NO. 014/III/JAPT/2012
Tentang :
Pengangkatan Dewan Redaksi Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 Th. 2012
dan Kontributor Artikel Media Indonesian Food Technologist Community Th. 2012
Menimbang:
Bahwa sebuah media tidak bisa lepas dari keberadaan dewan redaksi,
Makin mendesaknya kepentingan organisasi untuk mempublikasikan artikel dari para anggotanya ke dalam media jurnal dan media resmi lainnya milik organisasi,
Mengingat:
Surat edaran Dirjen Dikti mengenai publikasi karya ilmiah No. 152/E/T/2012
Surat keputusan organisasi Indonesian Food Technologist Community tentang pembentukan jurnal pangan nasional No. 013/I/JAPT/2012
Memutuskan:
Menetapkan anggota dewan redaksi Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Volume 1 tahun 2012 dengan susunan sebagai berikut:
Penasehat:
Prof. Dr. Ir. V. Priyo Bintoro, MAgr.
Dr. Ir. A. Hintono, MP.
Dr. Ir. Bambang Dwiloka, MS.
Ir. Kusrahayu, MSc.
Penanggung Jawab:
Prof. Dr. Ir. Anang M Legowo, MSc.
Ketua Dewan Redaksi
Ahmad N Al-Baarri, SPt., MP., PhD.
Editor Ilmiah:
Dr. Ir. Yoyok B Pramono, MS. (Univ. Diponegoro)
Dr. A. Rika Pratiwi, MSi. (Univ. Katholik Soegijapranata)
Ir. Rohadi Jarot, MP. (Univ. Semarang)
Agus Suyanto, STP, MSi. (Univ. Muhammadiyah Semarang)
M. Cahyadi, SPt., M.Biotech. (Univ. Sebelas Maret)
Ir. Gayatri Indah Cahyani, MSi (Badan Ketahanan Pangan)
Mulyana Hadipernata, STP, MSc. (Badan Litbang Kementerian Pertanian)
Ir. Juni Sumarmono, MSc. PhD. (Univ. Jend. Soedirman)
Nanung Agus F., SPt., MSc. PhD. (Univ. Gadjah Mada)
Editor Teknis:
Bhakti Etza Setiani, SPt., MSc.
Ir. Masykuri, MS.
Ir. Nurwantoro, MS.
Dwi Novrina Nawangsari, SPt.
Oktavia Rahayu Puspitarini, SPt.
Vina Yunar Villa, SPt.
Rasbawati, SPt.
Tim Review:
Ita Sulistyawati, STP., MSc. (Kimia Pangan)
Ir. Dewi Larasati, MSi. (Sosial Ekonomi)
Ir. Nurwantoro, MS. (Biokimia Pangan)
F. Ayustaningwarno, STP, MSi. (Pangan dan Gizi)
Dr.-Ing. Suherman, ST, MT. (Rekayasa Proses)
Sri Mulyani, SPt., MP. (Hasil Ternak)
Dr. Ir. Fronthea Swastawati (Hasil Ikan)
Menetapkan bahwa penasehat, penanggung jawab, ketua, editor ilmiah, dan editor teknis tersebut juga berperan secara langsung dalam publikasi media lainnya selain jurnal.
Menetapkan kontributor untuk memperlancar proses penerbitan media resmi milik organisasi Indonesian Food Technologist Community dengan susunan sebagai berikut:
KONTRIBUTOR ARTIKEL DAERAH:
Vina Yunar Villa, SPt.
Rahayu Rini Puspitasari, SPt.
KONTRIBUTOR ARTIKEL NASIONAL:
Ahmad N Al-Baarri, SPt
KONTRIBUTOR ARTIKEL INTERNASIONAL:
Sutaryo, SPt., MP.
Setya Budi M Abduh, SPt., MSc.
KONTRIBUTOR ARTIKEL KHUSUS:
Bidang Teknologi Daging:
Bhakti Etza Setiani, SPt., MSc.
Bidang Teknologi Susu:
Ir. Kusrahayu, MS
Bidang Keamanan Pangan:
Ir. Nurwantoro, MS.
Dr. Yoyok B Pramono, SPt., MP.
Bidang Teknologi Enzim:
Prof. Dr. Ir. Anang M Legowo, MSc
KONTRIBUTOR ARTIKEL UMUM:
Verra Okti Purwananti
Siti Mutmainah
Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, maka surat keputusan ini akan ditinjau ulang.
Ditetapkan di : Semarang
pada tanggal : 2 Januari 2012
Download file SK disini:
http://journal.ift.or.id/node/19

Tuesday, March 6, 2012

Beras singkong: Layak sebagai makanan pokok kita

ift.or.id - Singkong atau ketela pohon adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae dengan nama latin Manihot utilisima. Singkong mengandung sumber energi (karbohidrat) setara dengan beras padi. Kandungan protein dan lemak pada singkong sangat minim. Singkong dapat tumbuh di tanah kurang subur dengan perawatan yang tidak terlalu rumit. Namun sayangya upaya diversifikasi produk asal singkong, masih terbatas dan perlu dikembangkan.

Salah satu produk pengolahan singkong adalah beras singkong. Bahan bakunya adalah kombinasi antara singkong putih dan singkong kuning yang mengandung kadar HCN rendah. Takaran beras padi 100 gram sama dengan segenggam beras singkong. Setiap 100 gram beras singkong 34 gram karbohidrat dan 121 kalori. Beras singkong mengandung fosfor 40 gram dan kalium 34 gram.

Teknologi beras singkong sebenarnya sudah dikembangkan di Negara Filiphina dan beberapa wilayah di Indonesia. Cara membuatnya sederhana, yaitu singkong direndam beberapa hari, kemudian dicuci sampai bersih untuk menghilangkan bau dan kotoran, selanjutnya dibuat tepung dan dikeringkan. Untuk membuat butiran seperti beras tepung dipercikkan air, dibuat butiran kecil, kemudian dikukus dan dikeringkan. Pengeringan biasanya dilakukan di panas Matahari. Beras singkong ini dapat disimpan cukup lama apabila pengeringan cukup sempurna atau kadar airnya cukup rendah. Cara mengkonsumsi dan memasak beras singkong tidak jauh berbeda dengan beras padi. Rasanya pun hampir sama dengan beras padi. Beras singkong dapat dikonsumsi bersama lauk layaknya beras padi.

Kurang populer
Sayangnya, sebagian masyarakat Indonesia berparadigma hanya beras padi yang dapat dijadikan makanan pokok utama. Meskipun kandungan gizi beras singkong tidak kalah dengan beras padi, masyarakat masih menganggap nasi dari beras singkong kurang bergengsi. Apalagi dewasa ini, singkong dikonsumsi oleh sebagian masyarakat kelas bawah yang rawan kekurangan pangan.

Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan masyarakat dan kurangnya sosialisasi mengenai pengolahan singkong. Maka diperlukan suatu upaya pendekatan langsung di masyarakat untuk memberikan pemahaman kepada mereka tentang manfaat beras singkong sebagai pengganti makanan pokok beras padi. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui diversifikasi produk singkong menjadi pangan pokok alternatif.

Sumber :
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0402/02/humaniora/832665.htm
Rahmawati, MP. 2000. Pengembangan Industri Kreatif Melalui Pangan Lokal Singkong. Fakultas Teknik, UNY.

Image:
http://qshes-safetyclub.com/idn/2010/10/one-day-no-rice/nasi-singkong-ts-dlm/

-Kontributor IFT Verra Okti Purwananti-

Monday, March 5, 2012

Inilah kenapa energi panas tidak mampu membunuh bakteri

ift.or.id - Kegagalan proses pemanasan untuk tujuan pengawetan pangan dapat disebabkan karena adanya mikroba yang dapat bertahan pada perlakuan dengan kombinasi suhu dan waktu yang telah diaplikasikan. Hal ini dapat terjadi pada kasus adanya strain tahan-panas dan strain yang tidak tahan-panas. Fenomena kedua bisa disebabkan oleh sistem pemanas yang digunakan untuk studi dan produksi, memiliki kinerja yang berbeda. Grafik profil suhu ini melukiskan kondisi tersebut. Kedua grafik tersebut merupakan profil suhu dari sistem-sistem yang dijalankan untuk mencapai kondisi target 110 °C selama 8 detik.

Ditunjukkan dalam gambar bahwa meski kondisi target yang diharapkan adalah sama, namun kedua sistem memiliki waktu yang berbeda untuk mencapainya. Sistem A terlihat lebih cepat mencapai suhu target pemanasan. Demikian juga dalam mencapai suhu target pendinginan, sistem A terlihat lebih cepat. Kondisi semacam ini berkonsekuensi pada keberhasilan sebuah proses pemanasan. Bagaimana ceritanya?

Andaikan sebuah studi ketahanan-panas sebuah strain bakteri pathogen menggunakan sistem B menghasilkan nilai D110 °C sebesar 10 detik. Kemudian sebuah industri pengolahan susu bermaksud menggunakan sistem A untuk produksinya dengan target pengurangan bakteri pathogen sebesar y D dari konsentrasi semula. Maka sistem A, dengan berbagai pertimbangan, dijalankan untuk mencapai suhu 110 untuk ditahan selama x detik. Ternyata hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Berkurangnya populasi bakteri target tidak mencapai y D. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini terjadi karena kinerja kedua sistem berbeda. Intensitas panas, tercermin dalam luas area di bawah kurva, yang dibangkitkan oleh sistem A lebih rendah daripada sistem B.

Selanjutnya apa hasilnya jika yang terjadi adalah sebaliknya? Studi ketahanan-panas bakteri dilakukan pada sistem A sedangkan aplikasi yang dilakukan oleh industri menggunakan sistem B. Maka kemungkinan yang terjadi adalah inefisiensi energi yang tentu saja sangat tidak diharapkan oleh industri. Inilah mengapa, di samping informasi mengenai ketahanan-panas mikroba target, informasi mengenai kinerja sistem pemanas juga diperlukan dalam sebuah proses pemanasan pangan.

-Kontributor IFT Setya B.M. Abduh-

Sunday, March 4, 2012

Metode mudah: SDS PAGE Electrophoresis

SDS PAGE electrophoresis adalah instrumen untuk meneliti profil protein yang ada didalam suatu bahan. Dengan menggunakan instrumen ini, kita bisa melihat apa saja komponen protein yang ada. Sebagaimana terlihat dalam gambar ini, terdapat warna biru tebal yang disebut dengan "band". Band ini adalah protein. Dengan melihat band inilah, maka kita bisa mengidentifikasi apakah protein masih ada atau sudah hilang di dalam sampel yang kita teliti.

Instrumen ini dapat digunakan sebagai instrumen utama dalam berbagai macam tema penelitian, antara lain:
- Profil protein daging
- Kemurnian daging dan produk daging
- Kualitas susu dan produk susu
- Uji DNA dan RNA
- Uji genetika hewan dan tanaman
- Protein telur
- Uji profil protein semua makhluk hidup

Kami menerima pengujian SDS PAGE Electrophoresis untuk semua sampel. Silakan kontak/sms ke nomor HP ini:

Bapak Indarto
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro
Semarang
Telp/fax. 024 7474750
HP. 081575483088

atau

Bapak Akhmad Baroha
Laboratorium Ilmu Tanaman Makanan Ternak
Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro
Semarang
Telp/fax. 024 7474750
HP. 081325650985



------------------------------------
Website ift.or.id ini merupakan top search website pangan di Indonesia. Oleh karena itu, jangan ragu untuk mengirimkan artikel pangan Anda kepada kami karena akan segera dapat dipublikasikan kepada masyarakat luas. Pengiriman artikel hanya akan dilayani via http://publikasi.ift.or.id/kirim-artikel.

Saturday, March 3, 2012

Pemanasan: tidak selamanya membunuh mikroba

Pemanasan ternyata masih menjadi proses yang paling banyak digunakan di bidang pangan untuk tujuan pengawetan pangan karena sudah terbukti efektif membunuh mikroba dalam pangan. Namun dalam beberapa penelitian disebutkan banyak strain bakteri yang ditemukan pada produk pangan meskipun sudah dilakukan suatu proses pemanasan. Benarkah demikian?

Hasil penelitian yang menyebutkan ditemukannya bakteri pada produk pangan komersial dapat sebagai indikasi kegagalan proses pemanasan (kurangnya intensitas panas yang diterapkan). Pemanasan dilakukan untuk membunuh sebanyak mungkin mikroba dan merusak sesedikit mungkin zat gizi dalam pangan. Prosesnya biasa diukur dalam parameter suhu dan waktu. Keduanya terkait dengan ketahanan-panas mikroba target dan zat gizi. Ketahanan-panas ini biasanya dinyatakan dengan nilai D, yaitu nilai yang menggambarkan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh 90% populasi mikroba pada suhu dan waktu tertentu.

Ketahanan mikroba pada panas ternyata beragam. Spesies-spesies dalam satu genus bakteri (Bacillus, misalnya) memiliki ketahanan-panas yang beragam. Bahkan strain yang berbeda dalam species juga menunjukkan ketahanan terhadap panas yang berbeda-beda. Dengan mempertimbangkan hal ini, dapat dimengerti bahwa kegagalan proses pemanasan komersial lebih pada keberadaan strain tahan panas dalam pangan. Oleh karenanya, informasi mengenai ketahanan panas mikroba dalam pangan menjadi hal yang esensial untuk suksesnya proses pemanasan.

Laju pemanasan juga berpengaruh pada tingkat konsumsi energi. Semakin lambat laju panas, potensi konsumsi energi untuk mencapai suhu target semakin besar. Isu konsumsi energi ini tentu saja sangat relevan dengan isu efisiensi yang menjadi kepentingan utama industri pangan.

Isu lain yang relevan dengan proses pemanasan adalah isu ramah lingkungan. Keramahan lingkungan telah menjadi isu dunia. Salah satu variabel yang diterapkan untuk menilai keramahan-lingkungan adalah pada tingkat konsumsi energi. Dengan diketahuinya nilai D maka tingkat kebutuhan energi menjadi tepat, terutama dikaitkan dengan optimasi suhu dan waktu.

Image: vetscan.co.in.

-Kontributor Internasional IFT Setya BM Abduh-

Friday, March 2, 2012

Gandum : Pangan Alternatif Sumber Karbohidrat yang Tengah Dikembangkan di Indonesia

ift.or.id - Gandum (Triticum sp.) merupakan salah satu tanaman serealia yang banyak mengandung karbohidrat. Gandum merupakan bahan utama untuk pembuatan tepung terigu yang sering digunakan untuk membuat roti, mie, kue, makaroni, pasta, pudding, oatmeal, biskuit dan juga es krim. Tanaman ini tumbuh baik di daerah beriklim sub tropis, jadi tidak heran jika di Indonesia jarang ditemui tanaman ini kecuali di beberapa daerah pegunungan dan dataran tinggi yang bersuhu lebih rendah.

Di Indonesia sendiri, gandum lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk roti dan mie instan karena praktis dan bergizi. Perubahan gaya hidup dengan semakin tingginya konsumsi gandum ini bukanlah hal yang buruk mengingat makin berkurangnya produksi beras Indonesia akibat bencana, iklim dan pengalihan fungsi lahan pertanian serta pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat tiap tahunnya yang secara langsung menempatkan posisi gandum sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat.

Gandum telah memikat hati masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun. Tahun 2006, konsumsi gandum di kalangan masyarakat sebanyak 100.000 ton/bulan, pada 2007 sekitar 120.000 ton/bulan, dan tahun 2008 sebanyak 161.000 ton/bulan. Tingginya permintaan akan gandum telah menggerakkan Indonesia untuk bekerjasama dengan perusahaan di Slovakia untuk riset dan development bidang penanaman dan pengembangan gandum di Indonesia. Kerjasama penanaman gandum di Indonesia tersebut diharapkan dapat berhasil sehingga mampu mengurangi ketergantungan kita terhadap impor gandum yang meningkat tiap tahunnya.

Sumber gambar: http://my80vity.blogspot.com.

-Kontributor IFT Siti Mutmainah-

Thursday, March 1, 2012

Pelatihan HACCP di Bidang Pangan

Dalam era globalisasi saat ini, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pemanfaatan dan produksi terkait dengan hasil perikanan dan peternakan untuk keperluan ekspor. Terkait dengan keperluan ini, beberapa persyaratan harus dipenuhi oleh negara pengekspor seperti system Pengawasan Mutu berdasarkan Konsep HACCP (Hazard Analysis on Critical Control Points) untuk memberikan perlindungan pada masyarakat dengan tujuan meningkatkan keamanan pangan (Food Safety), meningkatkan mutu (wholesomeness) dan menekan terjadinya kerugian ekonomi (economic fraud). Dalam pelaksanaannya, hal prinsip yang harus dipenuhi adalah penerapan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) atau Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPOS) dan GMP (Good Manufacturing Practices) atau Standar Operasi Pengolahan (SOP).

Pemahaman tentang HACCP ini menjadi sangat diperlukan dan wajib diketahui oleh para praktisi. Oleh karena itu, Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro yang berkerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) akan mengadakan pelatihan HACCP di bidang pangan khususnya produk perikanan pada tanggal 1-5 Mei 2012. Informasi selanjutnya dapat dilihat pada leaflet (klik untuk memperbesar).

-red-

ShareThis