Saturday, March 3, 2012

Pemanasan: tidak selamanya membunuh mikroba

Pemanasan ternyata masih menjadi proses yang paling banyak digunakan di bidang pangan untuk tujuan pengawetan pangan karena sudah terbukti efektif membunuh mikroba dalam pangan. Namun dalam beberapa penelitian disebutkan banyak strain bakteri yang ditemukan pada produk pangan meskipun sudah dilakukan suatu proses pemanasan. Benarkah demikian?

Hasil penelitian yang menyebutkan ditemukannya bakteri pada produk pangan komersial dapat sebagai indikasi kegagalan proses pemanasan (kurangnya intensitas panas yang diterapkan). Pemanasan dilakukan untuk membunuh sebanyak mungkin mikroba dan merusak sesedikit mungkin zat gizi dalam pangan. Prosesnya biasa diukur dalam parameter suhu dan waktu. Keduanya terkait dengan ketahanan-panas mikroba target dan zat gizi. Ketahanan-panas ini biasanya dinyatakan dengan nilai D, yaitu nilai yang menggambarkan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh 90% populasi mikroba pada suhu dan waktu tertentu.

Ketahanan mikroba pada panas ternyata beragam. Spesies-spesies dalam satu genus bakteri (Bacillus, misalnya) memiliki ketahanan-panas yang beragam. Bahkan strain yang berbeda dalam species juga menunjukkan ketahanan terhadap panas yang berbeda-beda. Dengan mempertimbangkan hal ini, dapat dimengerti bahwa kegagalan proses pemanasan komersial lebih pada keberadaan strain tahan panas dalam pangan. Oleh karenanya, informasi mengenai ketahanan panas mikroba dalam pangan menjadi hal yang esensial untuk suksesnya proses pemanasan.

Laju pemanasan juga berpengaruh pada tingkat konsumsi energi. Semakin lambat laju panas, potensi konsumsi energi untuk mencapai suhu target semakin besar. Isu konsumsi energi ini tentu saja sangat relevan dengan isu efisiensi yang menjadi kepentingan utama industri pangan.

Isu lain yang relevan dengan proses pemanasan adalah isu ramah lingkungan. Keramahan lingkungan telah menjadi isu dunia. Salah satu variabel yang diterapkan untuk menilai keramahan-lingkungan adalah pada tingkat konsumsi energi. Dengan diketahuinya nilai D maka tingkat kebutuhan energi menjadi tepat, terutama dikaitkan dengan optimasi suhu dan waktu.

Image: vetscan.co.in.

-Kontributor Internasional IFT Setya BM Abduh-

0 comments:

Post a Comment

ShareThis

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...